Cerita Seru Perjalanan Siswi MAN IC Kendari Ikut MYNIC 4

MAN IC Kota Kendari yang diwakili oleh Wa Izzah Azzahra (XII IPA 3) dan Nurul Khazanah Zulfan (XII IPA 2).

Mengenal Area, Seorang Siswa Pencinta Robotik

Seorang siswa MAN IC Kota Kendari bernama Area, yang duduk di bangku kelas X menekuni dunia robotik. .

Menilik Perjalanan Siswi Man IC Kendari di Madrasah Youth National Intelectual Congress

MYNIC diikuti oleh perwakilan dari masing-masing OSIS MAN IC seluruh Indonesia.

Berkenalan dengan Anggota Komunitas Robotik

Meskipun belum pernah meraih prestasi di bidang robotik, dia ingin terus belajar mengembangkan bakatnya.

Perwakilan OSIS MAN IC Kota Kendari Pergi ke Aceh

Dalam pertemuan tersebut diutus dua orang siswi MAN IC Kota Kendari, salah satunya Wa Izzah Azzahra.

Kebocoran Data di Indonesia: Tantangan Keamanan Digital dalam Perspektif Pancasila

 Nama  : Vivi Mewat Tiofani

NIM     : 250103110040

Kelas    : PGMI-B

Absen   : 06


Kebocoran Data di Indonesia: Tantangan Keamanan Digital dalam Perspektif Pancasila

Kebocoran data adalah pengunggahan data-data pribadi atau rahasia yang bersifat sensitif ke internet secara berlebihan. Biasanya pengguna yang melakukan hal ini sering mengabaikan dampak yang dapat ditimbulkan. Data menjadi aset berharga bagi setiap orang, perusahaan, maupun organisasi. Namun kini, beberapa data pribadi maupun perusahaan berada dalam kondisi yang semakin terancam karena potensi kebocoran data yang terus mengintai di berbagai celah dunia digital. Data-data tersebut biasanya tersimpan dalam "Riwayat Penelusuran" di perangkat elektronik sehingga sangat rawan terjadi serangan siber. Serangan siber adalah upaya untuk melanggar, mengganggu, atau merusak sistem komputer, jaringan, atau perangkat digital, yang sering kali dilakukan untuk tujuan berbahaya seperti pencuriandata atau penipuan finansial.

Jika data-data pengguna (pemilik data) sudah masuk atau terunggah ke internet, maka data itu tidak akan pernah hilang, karena data-data tersebut sudah tersimpan secara digital. Baik korbannya perorangan atau perusahaan besar, kebocoran data dapat mengakibatkan dampak buruk yang besar. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi gelombang kebocoran data pribadi yang terjadi secara berulang dan melibatkan berbagai lembaga penting negara. Kebocoran data ini bukan lagi insiden kecil, melainkan masalah besar yang berdampak luas. Ancaman yang akan terjadi bukan hanya merugikan individu, tetapi juga memengaruhi stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia.

Gelombang kebocoran data di Indonesia melibatkan berbagai institusi pemerintah yang seharusnya menjadi penjaga keamanan informasi negara. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memegang peran penting dalam memeriksa, menerima laporan, dan menindaklanjuti insiden kebocoran data. Kominfo juga bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), lembaga yang bertanggung jawab langsung atas keamanan siber nasional. BSSN berfungsi memperbaiki sistem yang diserang dan memperkuat pertahanan siber, terutama ketika serangan telah masuk ke jaringan pemerintah.

Selain itu, terdapat lembaga-lembaga yang menjadi korban kebocoran data yaitu Dukcapil sebagai penyimpan data kependudukan pernah mengalami kebocoran besar yang melibatkan 337 juta data penduduk. Pada 2024, Pusat Data Nasional Sementara (PDNS 2) di Surabaya menjadi sasaran ransomware yang mengakibatkan lumpuhnya berbagai layanan digital nasional. Bahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) diduga mengalami kebocoran data pemilih. Di sektor pertahanan, kebocoran data Kementerian Pertahanan sebanyak 1,6 terabit menjadi ancaman serius bagi keamanan negara. Tidak hanya lembaga pemerintah, bahkan sektor perbankan seperti Bank Syariah Indonesia (BSI) turut menjadi korban serangan siber sehingga data nasabah ikut terancam.

Kebocoran data tidak hanya menyasar pada lembaga negara, tetapi juga berdampak langsung pada masyarakat sebagai pemilik data pribadi. Warga menjadi korban utama karena data yang bocor dapat diperjualbelikan dan dimanfaatkan untuk penipuan, pemerasan, maupun pencurian identitas. Kebocoran data pastinya ada dampak utama yang terjadi di Indonesia yaitu resiko pencurian identitas data seperti NIK, alamat, atau tanggal lahir dapat disalahgunakan untuk membuat identitas palsu. Identitas ini kemudian dipakai untuk kejahatan seperti pinjaman online ilegal, pembukaan rekening fiktif, atau penipuan keuangan. Selain itu, kebocoran data menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Ketika lembaga seperti Dukcapil, PDNS, atau KPU gagal melindungi data, masyarakat merasa ragu menggunakan layanan digital pemerintah, ini berdampak buruk pada program digitalisasi nasional yang sangat bergantung pada kepercayaan publik. Dari sisi ekonomi, kebocoran data menyebabkan kerugian besar bagi individu dan lembaga. Secara psikologis, banyak korban mengalami kecemasan, rasa takut, dan hilangnya rasa aman. Mereka kehilangan suatu informasi pribadinya dan merasa rentan terhadap kejahatan digital di masa depan.

Masalah kebocoran data tidak hanya berdampak teknis, tetapi juga moral yang dapat melanggar nilai-nilai dari dua sila Pancasila yang menjadi fokus utama, yaitu Sila Kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan Sila Kelima Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dimana Pelanggaran terhadap sila kedua ini terjadi karena kebocoran data berkaitan erat dengan pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak privasi. Data pribadi, seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), riwayat kesehatan, atau data finansial, adalah informasi yang bersifat sensitif dan rahasia. Ketika data ini bocor dan disalahgunakan maka, hak dasar seseorang untuk menjaga privasinya sudah hilang. Tindakan-tindakan ini jelas tidak adil dan tidak beradab, karena dapat merugikan korban, membuat korban trauma secara mental dan merusak martabat seseorang. Dengan ini bertentangan dengan ajaran sila kedua yang mengharuskan kita memperlakukan orang lain secara manusiawi.

Sila kelima berbicara tentang menciptakan rasa keadilan dan kesejahteraan untuk semua warga. Data pribadi bukan sekadar informasi itu adalah hak milik setiap individu dan ketika data tidak dilindungi dengan baik, lalu bocor atau dipakai sembarangan, artinya hak orang tersebut diabaikan.

Hal ini menimbulkan ketidakadilan sosial, karena masyarakat tidak mendapatkan perlindungan yang seharusnya mereka terima. Ketika sistem keamanan siber lemah, masyarakat umum terutama yang kurang paham teknologi lebih mudah menjadi korban kejahatan ini menunjukkan ketidaksetaraan karena mereka yang tidak punya kemampuan atau pengetahuan digital menjadi paling rentan. Padahal, keadilan sosial menuntut bahwa setiap warga, baik yang paham teknologi maupun tidak, memiliki perlindungan dan rasa aman yang sama.

Dalam banyak kasus, korban tidak menyadari apa yang terjadi hingga mereka menerima penagihan hutang atau laporan transaksi mencurigakan yang bukan milik mereka. Kerugian finansial yang dialami bisa mencapai jutaan rupiah, dan proses pemulihan sering kali rumit, memakan waktu, dan melelahkan. Situasi ini memperlihatkan bahwa kebocoran data tidak hanya mengancam keamanan digital, namun berdampak langsung pada ekonomi pribadi seseorang.

Adapun kebijakan yang harus diterapkan oleh pemerintah atas kasus kebocoran data yang ada di Indonesia dengan menerapkan Prinsip Keadilan Sosial dalam Perlindungan Data (Sila ke-5). Yaitu pemerintah harus memastikan bahwa perlindungan data berlaku setara untuk semua warga negara, tanpa memandang status sosial atau ekonomi. Kebijakan ini harus menjamin perlakuan yang adil dan ganti rugi yang setara bagi korban kebocoran data. Kementerian Kominfo atau instansi pemerintah terkait bertanggung jawab atas kegagalan perlindungan data pribadi di sistem elektronik pemerintah.

Kebocoran data yang terjadi harus dijadikan pelajaran untuk memperbaiki langkah-langkah keamanan perusahaan di masa depan. Perusahaan perlu merancang dan menerapkan strategi keamanan jangka panjang yang dapat mencegah terjadinya kebocoran data serupa di masa depan. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan melakukan uji penetrasi dan simulasi serangan secara berkala. Pengujian ini akan membantu perusahaan mengevaluasi kerentanannya dan mengidentifikasi potensi celah yang dapat dimanfaatkan oleh peretas. Selain itu, perusahaan harus terus mengikuti perkembangan teknologi dan ancaman siber terbaru untuk memperkuat sistem keamanan mereka.

Mengenal Area, Siswa MAN IC Kendari yang Menggeluti Robotik


Ilustrasi robot (Sumber: Pixabay.com)

      Area adalah salah satu siswa  MAN Insan Cendekia (IC) Kota Kendari. Ia juga termasuk anggota robotik yang ada di Man IC Kota Kendari. Area sangat menyukai segala hal tentang robotik sejak ia berada di jenjang MTs.

     Ia belajar dan berlatih pada seorang ahli rakit robot yang bernama Fitrah, seorang mahasiswa UHO yang sudah sering mengikuti lomba merakit robot. Yang memotivasi area untuk mengenal program robotik ini adalah karena ia ingin memajukan teknologi dunia.

      Area ingin menciptakan hal-hal yang baru. Menurutnya dunia robotik sudah sangat berkembang namun ada sebagian yang belum berkembang.  “Yang saya lihat sekarang para ahli-ahli robotik lebih sering membuat mobil-mobil atau robot yang digunakan dengan cara berjalan, yang saya inginkan adalah bagaimana saya bisa membuat dan menciptakan mobil-mobil atau robot yang bisa berterbangan” ujar Area di ruang ekskul MAN IC Kendari, 17 September 2022.

      Program dan ekskul yang diikuti Area ini sangat didukung oleh kedua orang tuanya. Tujuan lainnya dalam robotik ini adalah ia ingin membuat jemuran otomatis, di mana pada saat datang hujan secara otomatis jemuran itu dapat berpindah tempat secara sendirinya. Inilah sedikit pengenalan tentang Area yang menyukai robotik. (*)


Penulis: Khadijaturahmi Ahmad

Editor: Muhamad Taslim Dalma